Senin, 04 Juli 2011

Kasus HIV/AIDS Terus Meningkat


AIDS saat ini sudah jadi pandemi global. Dampaknya sangat merugikan baik dampak kesehatan, sosial ekonomi dan politik. Sejak tahun 2000, Indonesia memasuki tingkat epidemi terkonsentrasi yaitu keadaan yang mengindikasikan tingkat penularan HIV sudah cukup tinggi pada sub populasi berisiko.

Gambaran meluasnya epidemi terlihat pada peningkatan jumlah provinsi yang melaporkan kasus AIDS. Pada akhir tahun 2003 meningkat jadi 25 provinsi dan kemudian pada akhir tahun 2008 menjadi 32 provinsi pada 214 kabupaten/kota.Artinya, epidemi AIDS sudah meluas ke seluruh Indonesia.

Dilihat dari jumlah kasus kumulatir dilaporkan, terjadi peningkatan 6 kali lipat dalam kurun waktu empat tahun yaitu 2.682 kasus pada bulan Desember 2004 menjadi 16.110 kasus pada Desember 2008 dan menjadi 16.964 kasus hingga akhir Maret 2009.

"Jumlah kasus infeksi HIV yang terus meningkat dari tahun ke tahun tentu memberi banyak implikasi terhadap negara ini," kata Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama, Kamis (9/7), dalam seminar tentang penelitian HIV/AIDS, di Jakarta.

Beberapa implikasi peningkatan kasus HIV/AIDS adalah, menurunnya produktivitas penderita HIV/AIDS serta peningkatan beban keuangan negara yang harus menyediakan ARV. "Kami berupaya melakukan berbagai kegiatan untuk mengendalikan AIDS baik yang bersifat pencegahan, pelayanan, surveilans dan upaya pendukung lainnya," ujarnya. (Kompas.com)

HIV dan AIDS


Menurunnya Sistem Kekebalan Tubuh

A. Pengertian HIV dan AIDS

HIV atau Human Immunnodeficiency Virus adalah suatu virus yang merusak sistem kekebalan tubuh (seperti sel T CD4 (sejenis sel T), makrofaga,
dan sel dendritik) dan menyebabkan daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terinfeksi.

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immunno Deficiency Syndrome :

  • Acquired = didapat
  • Immunno Deficiency = penurunan sistem kekebalan tubuh
  • Syndrome = kumpulan gejala

Jadi AIDS merupakan sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh penurunan sistem kekebalan tubuh akibat infeksi dari HIV.

B. Bagaimana HIV merusak sistem kekebalan tubuh ?

  • HIV yang ada di dalam darah, sperma, atau cairan vagina masuk ke dalam aliran pembuluh darah seseorang, kemudian HIV menyerang sistem imun tubuh (sel darah putih/leukosit).
  • Setelah beberapa tahun, jumlah HIV akan terus bertambah sehingga sistem kekebalan tubuh semakin rusak.
  • Akibatnya, tubuh tidak mampu lagi menangkal serangan penyakit, bahkan penyakit ringan sekali pun, sampai akhirnya pasien meninggal.

C. Gegala seseorang terinfeksi HIV

Seseorang yang terinfeksi HIV, mengalami infeksi akut, kemudian menjadi infeksi laten klinis, dan akhirnya masuk ke tahap AIDS.

Pada tahap infeksi akut dapat timbul gejala berupa demam, nyeri otot, nyeri sendi, rasa lemah yang berkelangsungan selama 2-6 minggu setelah infeksi. Gejala tersebut mulai dari ringan sampai berat. Tidak semua penderita mengalami gejala tersebut. Gejala infeksi akut ditemukan pada > 50% orang yang terinfeksi.

Pada tahap infeksi laten klinis, pasien tampak sehat dan tidak ada tanda-tanda khusus terinfeksi HIV. Tahap ini berlangsung beberapa bulan sampai 5-10 tahun bahkan bisa >10 tahun untuk masuk ke tahap AIDS. Pada keadaan ini diperlukan pemeriksaan HIV. Pada umumnya, pemeriksaan HIV adalah untuk memeriksa ada/tidaknya antibodi HIV dalam tubuh. Bila terdapat antibodi artinya telah terinfeksi HIV atau disebut antibodi HIV positif.

Pada tahap AIDS terjadi penurunan sistem imun yang berat sehingga dapat terjadi oportunistik (infeksi oleh virus, parasit, jamur atau bakteri yang sebenarnya tidak berbahaya bila kondisi sistem imun normal) dan kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.

Gejala seseorang yang menderita AIDS antara lain:

  • Berat badan menurun > 10% dari berat badan semula dalam waktu 1 bulan
  • Diare kronis yang berlangsung > 1 bulan
  • Demam berkepanjangan > 1 bulan
  • Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis (syaraf)
  • Dementia/HIV enselopati
  • Batuk berkepanjangan > 1 bulan
  • Kelainan kulit diseluruh tubuh
  • Berkeringat terutama pada malam hari
  • Herpes zoster multisegmental dan atau berulang
  • Kandidiasis orofaringeal
  • Herpes simpleks kronis progresif
  • Pembesaran kelenjar getah bening di seluruh tubuh (generalisata)
  • Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita

D. Penularan

Cairan tubuh yang kerap menjadi media penularan HIV adalah : darah, air mani (cairan preseminal) dan cairan vagina. HIV juga dapat ditemukan (namun dalam jumlah yang sedikit) pada : air susu ibu, air liur, air mata, air ketuban dan cairan serebrospinal.

Pada umumnya, penularan HIV terjadi melalui :

  • Hubungan seksual (hetero maupun homoseksual)
  • Darah :

- Transfusi darah/produk darah

- Alat suntik/alat medis lain (narkoba, tatto, tindik tubuh)

  • Transplantasi/penerimaan organ/jaringan
  • Perinatal (ibu hamil ke janinnya) dan pada masa menyusui

E. Pencegahan

  • Hindari penggunaan jarum suntik berulang/bersama (pencegahan dengan menggunakan jarum disposible-sekali pakai).
  • Hindari hubungan seksual dengan pengidap atau yang diduga terinfeksi HIV (pencegahan dengan penggunaan kondom).
  • Hindari penularan HIV melalui transfusi darah, komponen darah, transplantasi organ dan jaringan dengan pemeriksaan antibodi terhadap HIV sebelumnya.
  • Jarum suntik dan alat tajam lain bekas pakai, diperlakukan hati-hati sejak pemakaian sampai pembuangan.


Artikel Terkait:

  1. Mantan TKI Positif AIDS Sejumlah mantan tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Jember, Jawa Timur positif terinfeksi HIV/AIDS (human immunodeficiency virus and acquired immuno deficiency...
  2. Aktor Film Porno Kena HIV/AIDS Seorang aktor Derrick Burts, 24 tahun meradang setelah mengetahui positif mengidap HIV/AIDS berdasar tes terbaru yang diikutinya. Derrick Burts, menuntut...
  3. Awas ! Virus Mematikan (1) HIV / AIDS (Human Immunodefiency Virus / Acquired) kini menjadi momok menakutkan bagi semua orang. Bukan saja mereka yang menganut...
  4. Awas ! Virus Mematikan ( 2 ) JARUM SUNTIK HINGGA TRANSFUSI HIV / AIDS menular tidak lagi hanya melalui hubungan seks antara pengidap HIV / AIDS kepada...
  5. Awas ! Virus Mematikan (3 habis) BELUM ADA OBATNYA Hingga saat ini belum ditemukan obat yang bisa menyembuhkan secara total penyakit AIDS atau orang yang dinyatakan... (beritaterkinionline)

Minggu, 03 Juli 2011

Pelaut Asing Harus Dibatasi



Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mendesak pemerintah agar segera membatasi pelaut-pelaut asing yang bekerja di kapal-kapal perikanan berbendera Indonesia. Selain merebut lapangan pekerjaan bagi pelaut lokal, pelaut-pelaut asing itu disinyalir juga telah menyebarkan penyakit HIV/AIDS.

Demikian dikatakan Presiden KPI Hanafi Rustandi pada pembukaan pelatihan bagi 50 calon pelaut perikanan di Ambon, Maluku, Senin (4/4).

Pelatihan selama 10 hari itu diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) bekerjasama dengan KPI dan Pemerintah Provinsi Maluku. “Mereka nantinya akan direkrut untuk bekerja di kapal-kapal perikanan nasional yang beroperasi di wilayah timur Indonesia,” kata Hanafi, via surat elekroniknya kepada SP, Senin (4/4).

Selanjutnya Hanafi memperkirakan 70% lapangan pekerjaan di sektor perikanan sata ini dikuasi oleh pelaut asing, antara lain dari Thailand, Burma dan Kamboja. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena jelas mempersempit lapangan pekerjaan bagi pelaut lokal yang ingin bekerja di kapal-kapal perikanan.

Ia mengingatkan, kapal-kapal perikanan yang diawaki banyak pelaut asing itu sering melakukan illegal fishing dan transhipment di laut, sehingga sangat merugikan negara. Dalam melakukan penangkapan ikan, mereka juga sering melanggar aturan internasional, baik mengenai jenis ikan maupun tidak melaporkan jumlah ikan yang ditangkap. “Ikan hasil tangkap sering dijual dan dialihkan ke kapal lain di tengah laut,” ujarnya.

Karena itu, Hanafi mendesak pemerintah, khususnya pemerintah provinsi Maluku dan Papua, untuk segera membatasi pelaut-pelaut asing bekerja di kapal-kapal perikanan nasional. Jumlah pelaut asing di kapal perikanan harus terus dikurangi sampai akhir tahun ini. “KPI minta tahun 2012 tidak ada lagi pelaut asing bekerja di kapal-kapal perikanan nasional yang melakukan penangkapan ikan di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia,“ tegas Hanafi yang juga Ketua ITF (International Transport worklers’ Federation) Asia Pasifik.

Selain itu, pelaut-pelaut asing yang sering singgah di berbagai pelabuhan di wilayah timur Indonesia, makin meresahkan masyarakat sekitar. Pasalnya, mereka sering menularkan/menyebarkan penyakit HIV/AIDS.

Dikatakan, ribuan pelaut asing, khsusunya asal Burma, kini telah tinggal dan membaur dengan masyarakat Tual, Maluku Tenggara. Pihak ILO dan UNHCR (Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB) telah berupaya mengurangi populasi pelaut asing yang tinggal di wilayah itu, namun sampai sekarang belum berhasil.Begitu pula di wilayah Papua, penyebaran penyakit HIV/AIDS sangat tinggi dan mencemaskan masyarakat.

Hanafi kemudian mengingatkan rencana pemerintah yang telah mencanangkan Maluku sebagai Minapolitan. Rencana ini akan berhasil bila didukung dengan SDM perikanan yang handal dengan jumlah armada perikanan nansional yang memadai. “Selama pelaut asing masih banyak menguasai perikanan, Minapolitan tak akan berhasil,” tegasnya. [E-8] (Suara Pembaharuan)

188 Warga Biak Tewas akibat HIV/AIDS


"Jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Biak Numfor setiap tahun meningkat signifikan sehingga diperlukan kepedulian berbagai pihak dalam mencegah penularan penyakit mematikan ini," kata Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Biak Rewang Naflai Salmon di Biak, Jumat (18/3/2011).

Ia mengatakan, dapat saja angka pengidap HIV/AIDS yang tewas bisa bertambah mengingat dinas kesehatan sangat sulit mendeteksi perilaku orang dengan HIV/AIDS (Odha) di lingkungan tertentu, pasca-mengalami pengobatan perawatan jalan di rumah sakit atau puskesmas.

Sulitnya mendapatkan informasi pasien odha pasca-perawatan di rumah sakit sesuai dengan kesepakatan internasional, menurut Rewang, karena identitas pengidap HIV/AIDS harus dirahasiakan serta perlu mendapatkan pelayanan khusus.

Dia mengakui, jika dilihat dari data, pengidap HIV/AIDS secara kumulatif tercatat 736 kasus, dengan rincian tahun 2009 mencapai 580 kasus dan tahun 2010 bertambah 156 kasus.

Menyinggung pengembangan pelayanan puskesmas di luar Biak, menurut Rewang, pada tahun 2010 pihaknya mengembangkan Puskesmas Numfor,Yomdori distrik Biak Barat, Puskesmas Bosnis distrik Biak Timur, serta Puskesmas Korem distrik Biak Utara untuk menjadi puskesmas tempat pelayanan pasien HIV/AIDS.

Hanya saja, dana untuk pengembangan pelatihan petugasnya, menurut Rewang, cair di pengujung tahun anggaran 2010 sehingga pihaknya tidak bisa melaksanakan kegiatan peningkatan pengetahuan petugas medis.

Program ke depan, lanjut Rewang, pihaknya mengimbau biaya untuk pelatihan petugas puskesmas yang menjadi sasaran pencegahan dan pelayanan penyakit HIV/AIDS bisa dipermudah dan dipercepat supaya kegiatan ini dapat berlangsung sesuai waktu.(Kompas)

Sabtu, 02 Juli 2011

Memupus HIV/AIDS



Berbagai persoalan di negeri ini membuat kita seolah lupa terhadap satu masalah yang sesungguhnya berdampak sangat dahsyat bagi masa depan bangsa. Semakin banyaknya penderita HIV/AIDS memberi pesan bahwa penyakit ini tak bisa dipandang sebelah mata.


Sayangnya, kepedulian terhadap orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) belum sepenuhnya tumbuh, baik dari pemerintah maupun masyarakat. Hari AIDS Sedunia yang diperingati setiap 1 Desember berlangsung seadanya.
Meski demikian, kita terus menggugah kesadaran semua pihak untuk peduli, sekaligus berupaya memupuskan penyakit yang satu ini.

Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, sampai 30 Juni 2010, jumlah kasus AIDS mencapai 21.770. Angka itu berasal dari 300 kabupaten/kota atau sekitar 60 persen dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Hal itu berarti HIV/AIDS telah tersebar hampir merata di seluruh pelosok Tanah Air.

Sedangkan pengidap HIV tercatat 68.927, sementara pada 2005 tercatat hanya 8.000 kasus. Jumlah itu bisa melonjak drastis, bila rakyat sukarela memeriksakan diri apakah tertular HIV atau tidak, lewat voluntary counseling and testing (VCT).

Tak hanya itu, data yang lebih mengerikan adalah kasus HIV/AIDS tertinggi ditemukan pada kelompok usia produktif, yakni 20-29 tahun (48,1%) dan 30-39 tahun (30,9%). Sedangkan media penularan HIV/AIDS tetap didominasi oleh hubungan heteroseksual (49,3%) dan pengguna narkoba suntik (injecting drug user/IDU, 40,4%).


Media penularan lainnya lewat hubungan seks sesama lelaki atau dikenal dengan istilah “lelaki seks lelaki” (LSL, 3,3%) dan lewat persalinan (2,7%). Sedangkan data yang sedikit menggembirakan terkait kemampuan menekan kasus kematian ODHA. Kalau pada 2006, tercatat 46% dari total ODHA meninggal dunia, pada 2009 berhasil turun menjadi hanya 18%.

Dari data itu, ada dua fase penting yang harus dilakukan untuk menekan sekaligus memupuskan HIV/AIDS, yakni fase pencegahan dan pengobatan. Pada fase pencegahan, yang terpenting adalah menumbuhkan kesadaran melakukan VCT, khususnya di kalangan yang potensial terjangkit, yakni orang yang kerap barganti pasangan seks dan pengguna narkoba suntik. Sosialisasi menjadi kata kunci untuk menggugah kesadaran mereka melakukan VCT.


Namun, tak ada salahnya apabila aparat Kementerian dan Dinas Kesehatan serta aktivis HIV/AIDS menjemput bola dengan mendatangi lokalisasi untuk melakukan VCT. Hal itu juga ditunjang peningkatan unit VCT, dari 25 buah pada 2004 menjadi 789 tahun 2010 dan ditargetkan bertambah lagi menjadi 872 pada 2014.

Kita juga bisa meniru Pemerintah Afrika Selatan yang berani menetapkan target VCT. Hingga akhir tahun ini, pemerintah setempat menargetkan untuk mengetes 15 juta warganya.

Apabila ada yang positif tertular HIV, langsung diobati, sehingga virus yang menurunkan kekebalan tak bebas berkeliaran dalam tubuh, sekaligus mencegah penularan ke orang lain. Bahkan di Amerika Serikat, ada aturan yang mewajibkan warganya yang berkunjung ke layanan kesehatan untuk melakukan konseling dan memeriksa darahnya.



Selain itu, meski ada tentangan dari sebagian masyarakat, kampanye penggunaan kondom tetap harus dilanjutkan karena cukup efektif mencegah penularan HIV. Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) masih mengeluhkan minimnya penggunaan kondom oleh kelompok berisiko, seperti pekerja seks dan pelanggan pekerja seks.


Fase pencegahan otomatis diikuti fase pengobatan karena pasti ada korban-korban baru. Sampai saat ini memang belum ada obat yang manjur untuk menyembuhkan penderita AIDS. Tetapi ada obat yang bisa memperlambat kerja virus di dalam tubuh yang dikenal dengan nama ARV (antiretroviral). Penyediaan obat ini jelas terkait dengan alokasi anggaran dari pemerintah.


KPAN mengeluhkan minimnya anggaran yang diberikan untuk penanggulangan HIV/AIDS. Pada tahun 2010 misalnya, KPAN membutuhkan dana Rp 240 miliar, tetapi yang tersedia hanya Rp 180 miliar. Dari dana yang minim itu, 70 persen merupakan dana bantuan luar negeri, yakni dari Global Fund, serta mitra internasional, seperti Australia, Eropa, Jepang dan Belanda.


Berdasarkan kenyataan itu, kita mendesak pemerintah dan DPR mengalokasikan anggaran yang lebih besar. Dengan total belanja APBN lebih dari Rp 1.000 triliun, tak berlebihan bila KPAN mendapat alokasi 0,05% atau sekitar Rp 500 miliar. Dengan dana sebesar itu, klinik pelayanan, dukungan, dan perawatan (care, support, and treatment/CST) pun bisa diperbanyak, sehingga kematian ODHA bisa lebih ditekan.

Terkait obat AIDS, hendaknya dilakukan penelitian intensif untuk menemukannya. Untuk itu, kita mendorong filantrop menyisihkan dana buat penelitian obat HIV/AIDS. Dukungan dana yang besar akan mempercepat proses penemuan obat AIDS. Kita yakin setiap penyakit pasti ada obatnya dan yang terpenting adalah pengendalian diri untuk menjauhi seks bebas dan narkoba. (Suara Pembaharuan)